Oleh: Suhendra
(Auditor Inspektorat Provinsi Sulawesi Barat)
Latar Belakang.
Dalam rangka mengoptimalkan regulasi PBJ, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang mencabut/mengganti Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta seluruh perubahannya. Tanggal 2 Juli 2018 tindak lanjut Perpres Nomor 16 Tahun 2018 menghasilkan 13 (tiga belas) produk hukum dalam bentuk Peraturan LKPP (Nomor 7 s.d 19), salah satunya adalah Per LKPP Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Layanan Penyelesaian Sengketa Kontrak PBJ Pemerintah dimana sebagian klausul yang dicantumkan mempedomani Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa). Untuk itu penulis mencoba menelaah terkait Celah Hukum Penyelesaian Sengketa Kontrak PBJ (non litigasi) yang menggunakan prosedur penyelesaian APS berdasarkan Per LKPP Nomor 18 Tahun 2018.
Maksud penulisan artikel ini adalah bukan merupakan pendapat hukum (legal opinion) tetapi murni dari tuntutan seorang auditor untuk mendeteksi potensi kelemahan yang akan timbul dikemudian hari sebagai akibat dari ditetapkannya suatu SOP (Standar Operational Prosedure), regulasi dsb.
Permasalahan.
Berdasarkan UU 30/1999 bahwa penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi) dapat dilakukan melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) melalui jalur Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi atau Penilaian Ahli, dimana masing-masing definisi tersebut telah dijabarkan dalam Bab I UU 30/1999. Sedangkan Prosedur Mediasi di muka pengadilan (litigasi) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016.