DANA desa menjadi program rutin pemerintah untuk membantu pembangunan di desa-desa. Sejak 2015 hingga 2022, Kementerian Keuangan menggelontorkan dana desa sebesar Rp468,9 triliun.

Aliran dana desa yang besar diharapkan mampu menyejahterakan dan memakmurkan serta menaikkan taraf ekonomi masyarakat desa. Sayangnya, data menyebutkan, kasus korupsi dana desa begitu tinggi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat terdapat 851 kasus korupsi yang dilakukan oleh 973 tersangka yang melibatkan kades dan perangkat desa sepanjang 2015-2022.
Program Desa Antikorupsi
KPK sejak 2021 membentuk program Desa Antikorupsi bekerja sama dengan Kementerian Desa dan PDTT, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan berbagai pihak lain.
Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan di desa dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan begitu, desa yang makmur, sejahtera, modern, dan antikorupsi dapat terwujud.
Indikator Desa Antikorupsi
Dalam buku Panduan Desa Antikorupsi, terdapat lima komponen yang menjadi indikator Desa Antikorupsi, yakni:

  • Penguatan tata laksana. Area tata laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja aparat desa yang jelas serta terukur. Komponen ini memiliki lima indikator, yaitu: 1) Regulasi Perencanaan, Pelaksanaan, Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBDes beserta Implementasinya, 2) Regulasi Mekanisme Evaluasi Kinerja Perangkat Desa, 3) Regulasi Pengendalian Gratifikasi, Suap, dan Konflik Kepentingan, 4) Perjanjian Kerjasama antara Pelaksana Kegiatan Anggaran dengan Pihak Penyedia, dan telah melalui Proses Pengadaan Barang/Jasa di Desa, 5) Regulasi Pakta Integritas.
  • Penguatan pengawasan. Area pengawasan bertujuan untuk mengendalikan proses manajemen desa serta kinerja aparat desa dalam upaya pencegahan korupsi di desa. Komponen ini memiliki 3 indikator, yaitu: 1) Kegiatan Pengawasan dan Evaluasi Kinerja Perangkat Desa, 2) Tindak Lanjut Hasil Pembinaan, Petunjuk, Arahan, Pengawasan, dan Pemeriksaan dari Pemerintah Pusat/Daerah, 3) Tidak adanya Aparatur Desa dalam 3 (tiga) tahun terakhir yang terjerat Tindak Pidana Korupsi.
  • Penguatan kualitas pelayanan publik. Area kualitas pelayanan publik bertujuan untuk menihilkan penyimpangan pada pelayanan publik di desa. Komponen ini memiliki 5 indikator, yaitu: 1) Layanan Pengaduan bagi Masyarakat, 2) Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) terhadap Layanan Pemerintah Desa, 3) Keterbukaan dan Akses Masyarakat Desa terhadap Informasi Layanan Pemerintah Desa, 4) Media Informasi tentang APBDes, 5) Maklumat Pelayanan.
  • Penguatan partisipasi masyarakat. Area partisipasi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembangunan dan pelayanan publik di desa. Komponen ini terdiri atas 3 indikator, yaitu: 1) Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa, 2) Kesadaran masyarakat untuk mencegah praktik gratifikasi, suap, dan konflik kepentingan, 3) Keterlibatan Lembaga Kemasyarakatan Desa dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa.
  • Kearifan lokal. Area kearifan lokal bertujuan untuk mendukung masyarakat dan aparat desa dalam upaya pencegahan korupsi dari segi kepercayaan yang telah tertanam sejak turun-temurun. Terdapat 2 indikator penilaian untuk area ini, yaitu: 1) Kegiatan budaya lokal/hukum adat, 2) Tokoh masyarakat, agama, adat, pemuda, perempuan yang mendorong upaya pencegahan tindak pidana korupsi.

Implementasi Program Desa Antikorupsi
Program Desa Antikorupsi pertama kali diluncurkan oleh KPK pada 2021 di Desa Panggungharjo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada 2022, KPK menetapkan 10 percontohan Desa Antikorupsi di 10 Provinsi, antara lai Desa Banyubiru (Jawa Tengah), Desa Cibiru Wetan (Jawa Barat), Desa Sukojati (Jawa Timur), Desa Kamang Hilia (Sumatera Barat), Desa Hanura (Lampung), Desa Pakatto (Sulawesi Selatan), Desa Mungguk (Kalimantan Barat), Desa Kutuh (Bali), Desa Detosoko Barat (Nusa Tenggara Timur), dan Desa Kumbang (Nusa Tenggara Barat).
Pada tahun ini, KPK kembali membentuk percontohan Desa Antikorupsi di 22 Provinsi.
Jika #KawanAksi bertanya mengapa program ini begitu krusial, jawabannya karena desa memiliki kewenangan untuk menentukan sendiri kegiatan pembangunan di wilayahnya melalui musyawarah desa.
Untuk itulah, masyarakat desa harus banyak terlibat dalam pengawasan pembangunan di desanya sesuai dengan tujuan diberikannya dana desa, yaitu mengentaskan kemiskinan, serta meningkatkan potensi ekonomi desa dan taraf ekonomi masyarakat.
Dengan adanya program ini, diharapkan percontohan Desa Antikorupsi 1 provinsi 1 desa bisa menularkan semangat antikorupsi dan menciptakan pemerintahan desa yang akuntabel dan transparan ke desa-desa lain di provinsi masing-masing.
Desa sebagai pengejawantahan Indonesia juga perlu melestarikan kearifan lokal dan karakter masyarakat desa yang positif.
Untuk itu, #KawanAksi yang berkediaman di desa perlu ikut serta dalam menyukseskan Program Desa Antikorupsi agar desanya maju dan masyarakatnya makmur.
Ke depan, keberhasilan program ini akan membawa Indonesia menjadi negara maju dan terbebas dari tindak pidana korupsi, sesuai Program Nawacita Pemerintah pada 2014 “Membangun Dari Pinggiran Desa”.

sumber : https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20231027-menebar-benih-antikorupsi-di-desa-desa