Dengan Abbott ID Now diagnosis Covid-19 dapat dilakukan dalam lima menit. Yang diidentifikasi DNA virusnya. Ratusan unit X-pert TM di Indonesia bisa dimodifikasi jadi piranti diagonis molekuler. Lebih akurat ketimbang rapid test kit dari Tiongkok.
Makin cepat pasien teridentifikasi dan tertangani, makin cepat wabah Covid-19 bisa tertanggulangi. Semboyan itu seperti menjadi pedoman bagi otoritas kesehatan, dan menjadi peluang bagi industri alat kesehatan. Hasilnya, Abbott Laboratories Corp, produsen piranti healthcare dari Illinois, telah menghasilkan Abbott ID Now, instrumen yang mampu membuat diagnosis Covid-19 secara kilat, 5 menit saja.
Abbott ID Now sudah mendapat izin dari FDA (Food and Drug Adminitration), otoritas tertinggi yang menangani masalah obat dan makanan di Amerika Serikat (AS). ID Now merupakan akronim dari indentify now, pun resmi diedarkan per 1 April lalu ke seluruh AS. Ribuan klinik dan rumah sakit telah memesannya. Maklum, di seluruh AS per 31 Maret lalu 190 ribu orang positif terinfeksi, 3.873 meninggal, dengan 865 di antaranya merupakan korban tewas dalam 24 jam terakhir di hari itu.
Piranti ID Now itu bentuknya seperti mesin printer, beratnya tak sampai 3 kilogram. Meski tergolong rapid test, ID Now bekerja dengan cara yang berbeda dari rapid test pada umumnya. Abbott mengatakan, ID Now itu langsung bisa mengenali material DNA virus SARS COV-2 (penyebab wabah Covid-19) dari spesimen dahak atau ingus pasien. Untuk menyatakan adanya virus jahat, ia dapat mendiagnosisnya dalam lima menit, dan hanya perlu 13 menit untuk menyatakan tak ada virus penyebab Covid-19.
Cara kerjanya mirip alat canggih PCR (Polymerase Chain Reaction), piranti diagnosis yang dianjurkan WHO. Spesimen dahak atau ingus diinjeksikan ke dalam tabung kecil pada kemasan mirip cartridge, printer. Dalam cartridge itu sudah terdapat pula raegen (zat kimia khusus), serta sepotong genome primer (potongan DNA virus) sebagai pembanding. Paket bawaan isi cartridge ini hanya sekali pakai. Untuk pasien baru perlu kit baru pula.
Bila hendak dioperasikan, cartridge yang sudah berisi reagen itu dimasukkan ke badan ID Now. Di situ ada serangkaian perlakuan khusus untuk memisahkan koloni virus dari spesimen sampel, lalu jaket virus dibongkar dan dikeluarkan materi genetiknya dengan pemanasan 90 derajat Celsius.
Tahap berikutnya, untaian rantai ganda DNA virus dipisahkan menjadi dua rantai tunggal RNA, yang lantas dipindai oleh sensor khusus. Hasilnya, mesin mengenali susunan dan ukuran panjang rantai asam nuleatnya. Struktur genetik virus dari spesimen pasien kemudian dibandingkan dengan DNA virus yang sudah ter-install di dalam mesin. Bila ada kemiripan yang tinggi, mesin akan mengatakan, ‘’yes ada SARS COV-2’’.
Yang berbeda dari PCR, yang menjadi standar kedokteran di seluruh dunia, pada ID Now itu tak ada proses replikasi (penggandaan) material DNA. Dengan begitu, rantai genom (DNA) yang dipindai tak sebanyak dengan PCR. Tentu, jaminan akurasinya di bawah PCR. Namun, dengan PCR proses diagnosis bisa perlu waktu panjang, dua-tiga jam. Kalau ditambah proses genome sequencing , bisa bertambah satu hari.
Diagnosis di Luar Rumkit
Kemampuannya menegakkan diagnosis itu yang membedakannya dari rapid test kit Covid-19 yang kini beredar di banyak negara termasuk Indonesia. Rapid test kit yang jenis kedua ini bekerja dengan basis serologis. Ia hanya mengenali antibodi yang muncul dalam serum darah pascatubuh terinfeksi Covid-19. Namun, kalau pun test kit tidak menunjukkan adanya antibodi dalam serum darah belum tentu pasien pasti bebas dari infeksi. Bisa saja infeksi sudah terjadi, hanya antibodi belum muncul.
Antibodi yang diidentifikasi itu terutama jenis Immunoglobulin G (IgG) dan Immunoglobulin M (IgM), yang biasanya baru terbentuk setelah tubuh terinfeksi sekitar tujuh hari. Rapid test kit ini tak langsung mengidentifikasi virusnya. Oleh karena itu, mereka yang terindikasi positif Covid-19 oleh rapid test kit masih perlu dikonfirmasi dengan mesin PCR.
Lepas dari segala kekurangannya, kebutuhan akan alat deteksi cepat berbasis teknik biomolekuler itu sangat diperlukan di semua negara saat ini. ‘’Dengan rapid test ID NOW ini, para penyedia jasa healthcare pun bisa melakukan pemeriksaan di luar tembok rumah sakit, terutama di daerah yang terpapar,’’ tutur Robert Ford, Direktur Utama Abbott Lab seperti dikutip vox.com/science. Pasien pun bisa menunggu dan langsung mengkonsultasikan hasilnya kepada dokter.
Pemeriksaan yang cepat diperlukan warga AS, di tengah tren kejangkitan yang mencemaskan. Langkah memangkas antrean, seperti dikatakan Bos Abbott Lab Robert Ford, tidak bisa ditunda lagi. Dengan pemeriksaan yang cepat dan masif itu, mereka yang sudah terpapar virus, dengan ataupun tanpa gejala klinis, bisa dipisahkan. Yang terinfeksi harus segera dirawat dan dikarantina.
Media pers di Amerika memang mempersoalkan sulitnya akses pada pemeriksaan yang cepat dan akurat itu. Pemeriksaannya pun harus terpusat di laboratorium Center of Desease Control (CDC) di Atlanta, dengan mesin PCR canggih dan Genome Sequencer seperti yang dioperasikan di Indonesia. Kebijakan yang terpusat itulah yang dianggap membuat antrean panjang dan banyak warga yang telah terpapar tapi tidak terdeteksi.
Sialnya, rapid test kit yang berbasis antibodi itu pun terbatas. Selama ini, pelayanan rapid test di AS hanya bisa menjangkau rata-rata 200 orang per 10.000 penduduk. Jauh, di bawah kapasitas Korea Selatan yang dapat memeriksa 700 orang per 10.000 penduduk atau Italia yang 600/10.000. Para peneliti epidemiologi di AS mendesak agar setidaknya dilakukan 150 ribu rapid test setiap harinya di seluruh AS. Saat ini, rapid test itu hanya bisa melayani 65.000 orang per hari.
Cartridge Isi Ulang
Abbott Laboratories adalah pabrikan pertama di AS yang meraih izin resmi dari FDA, untuk menjual rapid test Covid-19 yang berbasis molekuler. Sebelumnya, ada sejumlah perusahaan lain yang juga mendapatkan izin, namun basis mereka adalah pemeriksaan serologis (antibodi). Namun, tak lama lagi sejumlah produsen akan akan ikut memasok, di antaranya, Cepheid, perusahaan piranti kesehatan dari Sunnyvale, California.
Cepheid menjadi industri kedua yang mendapat izin sementara atau Emergency Use Authorization (EUA) dari FDA, untuk memproduksi dan menjual rapid test kit berbasis teknik molekuler. Abbott maupun Cepheid sama-sama telah berpengalaman memproduksi test kit untuk diagnosis influenza, TBC, pneumonia, atau penyakit infeksi bakterial lainnya. Intinya, yang diperiksa adalah antigennya, yakni sosok virus atau bakteri. Yang diidentifikasi adalah mateial genetiknya, DNA-nya.
Untuk memproduksi test kit Covid-19, Abbott hanya memodifikasi modul cartridge, jenis reagen dan penyesuaikan program komputernya. Begitu pula Cepheid, yang sudah menyiapkan modifikasi kecil produk andalannya yakni X-pert TBM. Dengan penyesuaian program komputer dan cartridge, X-pert TBM bisa digunakan untuk diagnosis Covid-19.
Yang menggembirakan, banyak rumah sakit dan klinik di Indonesia yang telah mengoperasikan X-pert BM ini. Populasi saat ini setidaknya ada 765 unit. Bila cartridge dan reagen tersedia, praktis piranti rapid test akan tersedia lebih banyak di Indonesia, dan bisa dilayani oleh swasta. Biayanya diperkirakan antara USD20 per pasien. Dalam jumlah besar harga itu bisa turun separuhnya.
Tentang bagaimana akurasinya, FDA tak mau memberikan catatan khusus. Namun, secara internal, Abbott maupun Cephied telah melakukan ribuan percobaan dan hasilnya memuaskan. WHO sendiri tidak mau berurusan dengan rekomendasi peralatan diagnosis maupun obat untuk wabah Covid-19 ini. Namun, WHO akan memantau semua obat dan peralatan yang digunakan untuk menanggulangi pandemi virus penyebab wabah Covid-19 ini di berbagai negara.
sumber https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/ekonomi/cartridge-nya-isi-ulang-diagnosisnya-lima-menit